Thursday, September 21, 2006

Highlights: Blogwalking, Wine, Cinta sampai Seks

Karena blogwalking tadi, saya tergoda untuk mulai menulis lagi. memang akhir-akhir ini saya lagi mengidap writers block yang sangat parah. Kalau sudah berada di depan monitor, otak blank. Saya merasa semua hal di dunia ini sudah pernah saya tulis.

Blogwalking tadi membuat saya menghasilkan suatu kesimpulan. Orang-orang masih tergila-gila akan cinta. Semua blog menuliskan degradasi bernama cinta itu. Hah….

Bukannya mau ikut-ikutan, tapi belakangan ini saya menemui literatur-literatur menarik tentang something-silly-called-love.

Kalau saya mendeskripsikan arti cinta disini, saya akan sama seperti orang lain yang hendak menstrukturkan yang tak terstruktur. Maka, mari kita bicarakan sense nya saja.

Sebuah literatur yang saya baca (yang tentu saja saya lupa penulis maupun judulnya) mengatakan, sebetulnya sense akan cinta yang kita kenal sekarang ini adalah hasil dari perbuatan orang-orang barat yang kaya di jaman dahulu. Dimana orang masih hidup susah, mereka dapat duduk di kafe dengan wine, atau makan malam di restoran terbaik bersama lawan jenis mereka dan merasakan suatu perasaan yang dikenal sebagai cinta. Sebetulnya ini bukan cinta. Tapi asmara. Perbedaannya terletak pada nafsu seks nya.

Asmara disini saya terjemahkan sebagai segala perasaan yang mendorong kita untuk melakukan hal-hal untuk semata-mata dapat berhubungan seks.

Pada zaman sebelumnya tidak ada dikenal asmara. Atau lebih tepatnya, orang membedakan asmara dengan cinta. Orang menikah karena memang seharusnya demikian. Karena masyarakat telah membentuk struktur bahwa satu-satunya cara untuk meneruskan keturunan (berhubungan seks) hanya dengan menikah. Maka setelah menikah cinta akan muncul. Mungkin cinta itu timbul dari kebiasaan. Cinta disini bukan asmara. Lebih kepada perhatian dan afeksi. Tanpa unsur seksual sama sekali.

Kalau seksual lain lagi. seksual itu murni hewani. Murni dorongan. Murni insting. Tujuannya apa? Yah tentu saja meneruskan keturunan.

Budaya timur lebih mengerti perbedaan cinta dan seks. Seperti yang saya tulis di artikel sebelum ini (Cinta (-) Senggama), di dunia timur tidak mengenal istilah “making love”. Kita hanya mengenal senggama. Karena bagi budaya kita jelas-jelas cinta dan seks memang tak bisa disatukan. Bagi kita sebetulnya tidak ada istilah “membuat cinta”. Karena budaya kita memisahkan seks dengan cinta. Bahkan lebih ekstrim lagi. cinta itu sama sekali berbeda dengan asmara. Atau dengan kata lain. Seks tidak bisa membuat cinta.

Dalam perkembangannya, cinta malah dihubungkan (atau disamakan) dengan asmara (seks). Mengapa? Karena masyarakat menganggap seks itu degradasi. Itu nafsu hewan. Kotor. Jorok. Mungkin karena itu semua biarawan dan biarawati tidak berhubungan seksual.

Namun namanya sudah naluri, seks tetap eksis. Manusia membuat cara untuk membuat seks muncul ke permukaan dengan cara yang lebih sopan dan lebih suci. Dengan mendompleng nama cinta.

Brainwashing yang dilakukan berabad-abad telah berhasil melebur cinta dan seks. Sehingga kita sering tidak menyadari, sebenarnya kita tidak merasakan cinta. Kita membentuk hubungan dengan pasangan kita murni berdasarkan insting seksual. Insting membuat keturunan.

Sehingga banyak orang merasa cintanya lenyap seiring dengan penurunan minat seksual terhadap pasangannya. Karena menurutnya cinta dan seks itu adalah hal yang sama, atu setidaknya sejalan.

Salah seorang sahabat saya pernah menuliskan di blog-nya, kalau tujuan manusia itu hanya ada dua. Survive dan meneruskan keturunannya. Hubungan seks adalah satu-satunya cara untuk meneruskan keturunan.

Kalau menganggap pernyataan ini benar, maka konsep cinta bercampur dengan asmara itu adalah hal yang konyol. Karena seolah-olah manusia membodohi diri, menipu dirinya sendiri kalau dorongan asal hubungan manusia dengan pasangannya itu murni seksual. Manusia seolah-olah mengingkari keberadaannya sendiri kalau dia mengatakan seks itu sama dengan cinta.

Banyak laki-laki yang lebih jujur akan keberadaan asal manusia ini. Tidak percaya? Bagi anda yang perempuan (atau yang laki-laki, kalau boleh), coba perhatikan pasangan laki-laki anda. Apakah dia tertidur setelah berhubungan seks? Kalau iya, jangan heran. Karena memang itu tujuan hidup manusia. Setelah capek-capek memperjuangkan sesuatu, tentu saja beristirahat satu-satunya cara untuk menyelesaikan kemenangan bernama orgasme.

Kalau anda tidak setuju bahwa seks merupakan salah satu tujuan manusia, maka anda harus melihat betapa banyaknya orang yang menganggap seks sebagai salah satu pencapaian.

Orang-orang yang menganggap cinta dan seks itu adalah hal yang sama, seringkali menganggap orang-orang single sebagai orang yang patut dikasihani. Kenapa? Karena menurut dia, jika dia punya pacar, maka kesempatannya untuk meneruskan keturunannya (berhubungan seks) semakin besar. Maka pencapaian bernama seks lebih mudah didapat daripada orang single.

Maka dengan motivasi ini dia akan mengasihani orang single. Memandang orang single sebagai orang gagal. Karena menurutnya tanpa pacar, maka kesempatannya berhubungan seks tidak ada. Kesempatannya mencapai tujuan hidupnya tidak ada. Hanya saja banyak orang tidak menyadari motivasi tersebut dan salah menerjemahkannya sebagai bentuk perhatian kepada sesama temannya yang kebetulan single.

Saya mau berbagi pengalaman. Saya yang sampai sekarang betah menjomblo seringkali ditanya orang.

“Udah punya pacar belon lu?

“Wah, belum.....”

(Dengan mata mengasihani a. k. a perhatian) “ Ooooo.... hayo dong cari! Mau sampe kapan jomblo terus….“

Maka saya hanya bisa tersenyum.

Apa lagi yang bisa saya perbuat?

Written only by (FNS)

|
Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.com