Sunday, December 12, 2004

Bridal World

Itu judul katalog yang baru saja saya bedah. Nggak tahu dapet darimana. Tiba-tiba saja ada di rumah. Siapa yang berminat untuk menikah ya?

Buka dan buka. Isinya? Mulai dari kartu undangan ada. Kue? Ada. Jasa fotografi? Ada. Pokoknya semua ada. Kesimpulannya? Artificial.

Kue nya, ya ampun…keliatan enak juga nggak. Seperti lilin mainan raksasa yang dibentuk sedemikian rupa. Dan sudah pasti kue ini bisa dimakan pun tidak. Artificial.

Jasa fotogfrafi…pusing tujuh keliling. Apa maksudnya semua foto pre-wed ini?! (menurut saya) bagus juga tidak. Dan saya yakin seratus persen si objek foto hanya melakukan pose-pose seperti itu hanya waktu photo session saja. Sehari-hari? Mana mungkin. Mana ada pasangan yang berlari-lari di pantai sambil mengejar layangan dengan kemeja dan gaun! Mana ada wanita yang masih naik sepeda kemana-mana dan dikejar-kejar oleh sang lelaki! Dan lebih konyolnya lagi, dengan gaun dan jas lengkap. Mana ada pasangan dengan gaun dan jas sembunyi di ilalang hanya untuk ciuman! Mana ada pasangan khusus pergi ke pantai untuk bermain balon! Nyari tukang balon aja susah…Kesimpulannya? Yak! Artificial.

Make up dan wardrobe. Yang ini lagi. Gaun-gaun yang kembang gak jelas. Entah kenapa semuanya warna putih (kok ga ada ya, yang berpikiran nikah pake gaun marun, atau biru tua, atau burgundy?). Ini juga saya yakin kalau si pengantin sendiri setengah mati menahan ketidaknyamanan hanya karena tuntutan peran dalam sehari. Baju pria-nya juga. Aduh! Jas dengan sulaman-sulaman, ruffles… Tidak nyaman? Jelas. Negara tropis! Bisa-bisa panuan lagi…Tujuannya apa? Biar bagus dilihat orang. Karena dia sendiri sudah pasti tidak nyaman (mungkin dia ngaku nyaman, padahal hanya sugesti). Belum lagi harganya yang mungkin bisa memberi makan orang satu kampung. Make up nya juga. Aneh banget. Beberapa jadi seperti hantu menurut saya. Tebal. Mungkin ada tiga millimeter! Apa sangking jeleknya dia sampai tidak berani memperlihatkan muka asli? Artificial.

Dekorasi? Satu hal yang saya bingung. Kenapa pengantin harus duduk di panggung sambil tersenyum manis? Seperti ada tulisan “dilihat boleh, dipegang jangan” yang tak terlihat namun semua orang bisa membaca. Lantas bunga-bunga yang terlalu sumpek. Yang bagi saya tidak jauh beda dengan kuburan. Harus mewah, megah dan mahal. Makin mahal makin bagus.


Undangan. Makin banyak makin bagus! Makin kaya makin baik! Gak ngerti. Ngapain yah ngundang orang yang kenal pun tidak? Bingungnya yang menikah dua orang tapi yang mengundang bisa banyak sekali. Ibu, ayah, mertua, adik, kakak dan entah siapa lagi. Alasannya? Lagi-lagi karena penilaian orang lain. Bukannya bangga kalau pesta pernikahannya mengundang banyak orang (tandanya dia kaya), didatangi artis ini artis itu, pengusaha ini pengusaha itu, pejabat ini pejabat itu. Artificial.

Satu lagi! Penyewaan mobil! Buat apa ya? Kenapa harus disewa kalau mobil sendiri juga ada. Atau lebih parahnya, kenapa harus pake mobil kalau mobil saja tidak punya! Mobilnya harus mentereng. Makin mahal makin bagus. Kan lebih lucu kalau mobil yang dipakai sama dengan mobil jaman pacaran dulu. Biarpun butut tapi banyak kenangan! Lantas mobilnya dihias pita-pita, bunga-bunga, seolah mau meneriakkan pada semua orang, “WWWOOOOYYY KITA MAU KAWINNNNN!!!!”

Orang yang justru harusnya paling bahagia di waktu itu (kedua mempelai), menurut saya justru jadi yang paling menderita. Sudah jadi pajangan, terpaksa memakai baju yang tidak nyaman, tidak boleh berbuat sesukanya, makan banyak-banyak juga gak boleh (bagi yang suka makan). Pokoknya harus selalu tampil prima! Supaya apa? Yah supaya dilihat bagus oleh orang lain. Bayangkan kalau tiba-tiba si mempelai mabuk sangking bahagianya. Kalau sama orang batak, bisa jadi gossip abadi di setiap pesta. Padahal jangan-jangan itu ekspresi kebahagiaannya yang terbesar! Siapa tau? Atau sewaktu speech, si mempelai wanita tiba-tiba berkata, “Saya sangat bahagia. Suami saya sangat perkasa. Seks kami sangat memuaskan, permainan lidahnya dashyat!”. Hahaha…bisa-bisa si wanita langsung ditembak mati oleh ayahnya sekaligus mertuanya. Dan setelah membunuh si wanita, mereka bunuh diri! Padahal jangan-jangan itu ekspresi kebahagiaannya yang tertinggi….

Heran ya? Anehnya lagi hal-hal artificial itu justru lebih bisa membawa kebahagian (yang mungkin artificial juga) bagi si pengantin. Lantas lebih bahagia karena apa? Karena ikrar mereka atau justru karena hal artificial diatas? Jadi bingung…

Disela-sela menulis halaman ini saya sempat berpikir. Emang jelek apa gue yang terlalu apriori sama pernikahan yak? Oh my god! Jangan-jangan gue sirik!

|
Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.com